Novel CINTA bagian 1


1
MENEMPATI RUMAH BARU
Hari ini keluarga Pak Dirman sedang sibuk-sibuknya karena hari ini walaupun hari libur, tapi juga bersiap untuk menempati rumah baru di daerah pinggiran kota Bandung yang sangat sejuk.
Pak Dirman dan istrinya sedang membereskan buku-buku yang ada dikas besar untuk dipindahkan pada lemari besar yang nantinya akan berada di ruang tamu, sedangkan anak-anak mereka berada dikamar masing-masing dengan kesibukan memindahkan peralatan sekolah mereka ke tempatnya masing-masing.
“kak yang ini masukan kemana?” kata Ica pada kakaknya, Cinta
“dah disana aja” kata Cinta sambil menunjuk arah diujung ruangan sempit tempat mereka belajar
“mudah-mudahan kita betah disini ya kak? Soalnya ini daerah yang sejuk dan mungkin kita bisa berkenalan dengan warga sekitar sini, kelihatannya mereka baik-baik kok, ya kan kak?” kata Ica seakan ia bicara sendiri karena yang diajak ngobrol sepertinya cuek bebek aja hanya dijawab dengan hmm aja, tentu saja hal ini membuat kesal sang adik, dan seperti biasanya kalo Cinta sedang mengerjakan sesuatu pasti dijalaninya dengan serius.
Mereka adalah anak-anaknya pak dirman yang memang terkenal selalu rajin dan pintar, juga mungkin karena didikan orang tua mereka, mereka berdua hapal al quran sampai belasan juz dalam usia yang masih begitu belia.
Dan kini mereka harus bisa beradaptasi kembali pada lingkungan baru yang pastinya asing bagi mereka sekeluarga.
“kak ,,, ica mau tanya masalah kakak sama mas Indra, apa masih ada hubungan atau udahan dulu kan kitanya juga ada disini, ratusan mil dari dirinya” Kata Ica penuh selidik, yang ditanya malah semburat rona merah karena malu nampak di wajahnya.
“heh ga usah bahas tentang dia deh, kakak ga mau ada yang ketinggalan di Jakarta sana, biarlah kenangan kita aja yang tinggal disana jangan pikiran kita ‘ntar kalo memang ada jodoh toh ga akan lari gunung dikejar, tul ga adikku sayang? Hah?” kata Cinta mengusir malu dihadapan adiknya itu.
Yang ditanya malah senyum jahil muncul diwajahnya. Beberapa saat kemudian terdengar suara dari lantai bawah, “Cinta Ica cepat kemari, makan dulu ummi sudah masak sayur bayam nih, cepatlah nanti keburu dingin,,,” kata ayahnya agak berteriak dari lantai bawah. Dan memang tak perlu perintah sampai dua kali mereka berdua langsung turun ke bawah.
Kini mereka berempat sudah mengelilingi meja makan dan siap menyantap makan siang hari itu, tak ada perbincangan lagi diantara mereka pada siang sampai hari menjelang malam.
Selepas maghrib, kembali mereka berkumpul, kali ini bukan di ruang makan, tapi di tempat Sholat keluarga yang memang sengaja disediakan, meskipun tetap untuk urusan yang satu  ini pak Dirman merasa dirinya wajib pergi ke masjid terdekat dengan rumah mereka.
“Baiklah Cinta, sudah beberapa hari ini kamu belum setor hapalan ke abi, awas kalo sampai lupa lagi pada kewajibanmu, sekarang berapa juz yang kamu mau setor ke abi?” kata Pak Sudirman pada anak sulungnya tersebut.
“Insya Allah masih terjaga bi, Cuma sekarang Cinta mau setor lima juz aja dulu, boleh bi?” katanya
“Boleh saja, tapi besok uang jajanmu dikurangi lima ribu, kan kita sudah ada perjanjian setiap setor harus sepuluh juz, kalo kurang, apa coba hukumannya?” kata abi.
“Ga ada jatah buat ,,, jajan” kata Cinta masih malu-malu
“nah tuh kamu tahu, yakin kamu mau ambil resiko tersebut?” jawab abi langsung menanggapi jawaban Cinta.
“Mmhh,,, Cinta bingung bi, Cinta belum bisa hapal semua karena pikiran Cinta berebutan dengan tugas di sekolah yang makin menumpuk saja”
“Lho kok bingung? Kan bisa sesudah kamu kerjakan tugas sekolahmu, kamu bisa menghapal Al-Quran sama ummi atau Ica? Atau jangan-jangan anak abi yang satu ini udah punya pikiran lain, benar begitu?” kata abi penuh selidik.
“Eh enggak ko bi, ga ada tuh pikiran kayak gitu, bener bi aku ga bisa konsen pada satu hal” kali ini Cinta agak protes keras.
“Ya udah abi Cuma bercanda kok, masa sih anak abi yang solehah ini punya pikiran lain selain sekolah dan ngaji,,, juga Indra”
Jleb ,,, hati Cinta terenyuh, ternyata si abi tahu tentang Indra? Tahu dari siapa? Selama ini yang tahu tentang masalah ini adalah Ica dan sahabatnya di Jakarta sana.
“kamu ga usah kaget abi tahu dari siapa, sebagai seorang ayah, abi tahu kamu gaul sama siapa, dimana, kapan ketemunya, jangan sangka abi ga tahu kamu sering ketemu dibelakang rumah bi Inah lho” kata abi, sontak aja hal tersebut makin membuat wajah Cinta merona saking malunya, hingga ia tak bisa berkata apa-apa dihadapan sang ayah. Kalo Cuma sekedar ketemu dijalan terus di ciye-ciye in orang serumah sih ga mungkin bisa semalu ini, tapi bila abi sampai tahu ia ketemu secara diam-diam di belakang rumah bi Inah? Ini yang pualing membuatnya malu dan bikin wajahnya kaya kepiting rebus, merah.
“kok kamu diam? Berarti bener ya kamu sering ketemuan di belakang kami sebagai orang tuamu?” kata ummi menimpali, Cinta ga bisa ngomong lagi sejak saat itu, tak terasa air mata Cinta keluar membasahi matanya yang memang agak sipit tersebut, dalam hatinya ia mengakui perbuatannya itu karena malu pada abi dan ummi yang selalu melarangnya untuk sekedar ngobrol dengan lawan jenisnya. Dan kali ini dia beranikan diri untuk minta maaf pada keduanya.
“abi ummi, maafkan Cinta, bukan maksud Cinta buat kalian malu, tapi justru Cinta lakukan ini dibelakang orang-orang agar ga ada yang tahu jadi Cinta ga bikin malu orang tua,,,” katanya menghiba, mengharap maaf keduanya.
“Ya sudah, yang sudah biarlah berlalu, yang penting sekarang kamu sudah tahu kan kalo perbuatanmu itu salah? Jadi jangan kamu ulangi lagi ya?” ujar abi, hati Cinta senang, ternyata abi ga marah Cuma ia berjanji dalam hati kalo ada yang bertamu itu dibawa kerumah jangan kemana-mana.
Itulah malam pertama keluarga pak Dirman dirumah baru mereka tidak ada kekhawatiran tentang apakah mereka akan diterima atau tidak dilingkungan baru tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKARA BIANTARA

SISINDIRAN